Oleh:
Ernowo Setiyo Jatmiko (C1C015015)
Ogi Hermansyah (C1C015028)
Ahsan Muafi F (C1C015041)
Muhammad Fikri Haikal (C1C015056)
Fraud
Triangle (Segitiga Fraud)
Ada 3 hal yang mendorong terjadinya sebuah
upaya fraud, yaitu pressure (dorongan), opportunity (peluang), dan
rationalization (rasionalisasi), sebagaimana tergambar berikut ini:
Pressure
Pressure adalah dorongan yang menyebabkan
seseorang melakukan fraud, contohnya hutang atau tagihan yang menumpuk, gaya
hidup mewah, ketergantungan narkoba, dll. Pada umumnya yang mendorong
terjadinya fraud adalah kebutuhan atau masalah finansial. Tapi banyak juga yang
hanya terdorong oleh keserakahan.
Opportunity
Opportunity adalah peluang yang memungkinkan
fraud terjadi. Biasanya disebabkan karena internal control suatu organisasi
yang lemah, kurangnya pengawasan, dan/atau penyalahgunaan wewenang. Di antara 3
elemen fraud triangle, opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan
untuk diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan control dan upaya
deteksi dini terhadap fraud.
Rationalization
Rasionalisasi menjadi elemen penting dalam
terjadinya fraud, dimana pelaku mencari pembenaran atas tindakannya, misalnya:
1. Bahwasanya tindakannya untuk membahagiakan keluarga dan
orang-orang yang dicintainya.
2. Masa kerja pelaku cukup lama dan dia merasa seharusnya
berhak mendapatkan lebih dari yang telah dia dapatkan sekarang (posisi, gaji,
promosi, dll.)
3. Perusahaan telah mendapatkan keuntungan yang sangat besar
dan tidak mengapa jika pelaku mengambil bagian sedikit dari keuntungan
tersebut.
Fraud Diamond
Bagi seorang auditor, semoga ini
bukan merupakan hal yang asing. Mungkin awalnya jika orang awam yang
mengartikan, kurang lebih ini merupakan "kecurangan pada usaha
diamond". Tapi ternyata bukan.
Nah, seorang Peneliti bernama Cressey melakukan wawancara pada 113 orang yang
melakukan pelanggaran hukum di bidang penggelapan uang perusahaan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Cressey ini, menunjukkan bahwa alasan
melakukan fraud itu dapat dikelompokkan menjadi 3 macam, seperti yang
ada pada gambar di bawah ini:
Gambar
1. Fraud Triangle (Cressey)
Kita bahas satu persatu nih:
1. Tekanan atau Motif
Tekanan/Motif adalah
sesuatu yang mendorong orang melakukan kecurangan dapat disebabkan oleh
tuntutan gaya hidup, ketidakberdayaan dalam soal keuangan, perilaku gambling,
mencoba-coba untuk mengalahkan sistem dan ketidakpuasan kerja.
Tekanan/motif ini sesungguhnya
mempunyai dua bentuk yaitu :
a. Bentuk nyata (direct) ini
adalah kondisi kehidupan nyata yang dihadapi oleh pelaku seperti
kebiasaan sering berjudi, party/clubbing, atau persoalan keuangan.
b. Berikutnya adalah bentuk Persepsi
(indirect) yang merupakan opini yang dibangun oleh pelaku yang mendorong
untuk melakukan kecurangan seperti executive need.
Dalam SAS No. 99, terdapat empat
jenis kondisi yang umum terjadi pada tekanan/motif yang dapat mengakibatkan
keempat kondisi tersebut adalah :
a. financial stability,
b. external pressure,
c. personal financial need, dan
d. financial targets.
2. Kesempatan (Opportunity)
Kesempatan yaitu
peluang yang menyebabkan pelaku secara leluasa dapat menjalankan aksinya yang
disebabkan oleh pengendalian internal yang lemah, ketidakdisplinan, kelemahan
dalam mengakses informasi, tidak ada mekanisme audit & sikap apatis. Hal
yang paling menonjol di sini adalah pengendalian internal. Pengendalian
internal yang tidak baik akan memberi peluang orang untuk melakukan kecurangan.
Menurut SAS No. 99 menyebutkan bahwa
peluang/kesempatan pada financial statement fraud dapat terjadi pada
tiga kategori kondisi tersebut adalah
a. nature of industry,
b. ineffective monitoring,
dan
c. organizational structure
3. Rasionalisasi
(Rationalization)
Rasionalisasi menjadi elemen penting
dalam terjadinya fraud, dimana pelaku selalu mencari pembenaran atas
perbuatannya. Sikap atau karakter yang dimiliki pelaku, akan menentukan
rasionalisasi atas pembenaran kecurangan yg dilakukan, contohnya bagi mereka
yang umumnya tidak jujur, mungkin lebih mudah untuk merasionalisasi
penipuan.
Dalam kenyataannya ternyata ada satu
faktor lain yang perlu dipertimbangkan, yaitu Individual capability.
Individual capability adalah sifat dan kemampuan pribadi seseorang yang
mempunyai peranan besar yang memungkinkan melakukan suatu tindak kecurangan.
Pada elemen Individual Capability terdapat beberapa komponen
kemampuan (Capability) untuk menciptakan fraud yaitu :
1.
posisi/fungsi seseorang dalam
perusahaan,
2.
kecerdasan (brain)
3.
tingkat kepercayaan diri/ego (confident/ego),
4.
kemampuan pemaksaan (coercion
skills)
5.
kebohongan yang efektif (effective
lying), dan
6.
kekebalan terhadap stres (immunity
to stress).
Nah, sekarang kita dapat menyebut
keempat elemen tersebut sebagai "FRAUD DIAMOND". Dan
bentuk dari keempat alasan tersebut, dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2. The Fraud Diamond
(Wolfe dan
Hermanson)
Dalam fraud diamond,
sifat-sifat dan kemampuan individu memainkan peran utama dalam terjadinya fraud.
Banyak kecurangan-kecurangan besar tidak akan terjadi tanpa orang-orang yang
memiliki kemampaun individu/capability.
Walaupun peluang/opportunity membuka jalan untuk melakukan fraud
dan insentif dan rasionalisasi dapat menarik orang ke arah itu tapi seseorang
harus memiliki kemampuan untuk melihat celah melakukan fraud sebagai
kesempatan dan untuk mengambil keuntungan dari itu, tidak hanya sekali, tetapi
terus menerus.
Dengan demikian, fraud itu terjadi karena adanya kesempatan untuk
melakukannya, tekanan dan rasionalisasi yang membuat orang mau melakukannya dan
kemampuan individu yang mampu merealisasikannya fraud.
Fraud Pentagon (Crowe’s fraud pentagon theory)
Teori terbarukan yang mengupas lebih mendalam mengenai faktor-faktor pemicu fraud adalah teori fraud pentagon (Crowe’s fraud pentagon theory). Teori
ini
dikemukakan oleh Crowe Howarth pada 2011. Teori fraud pentagon merupakan perluasan dari teori fraud triangle yang sebelumnya
dikemukakan oleh Cressey, dalam teori ini menambahkan dua elemen fraud lainnya yaitu kompetensi
(competence) dan arogansi (arrogance).
Crowe’s fraud
pentagon theory
(Crowe, 2011)
Kompetensi (competence) yang dipaparkan dalam
teori fraud pentagon memiliki makna yang serupa dengan kapabilitas/kemampuan (capability) yang sebelumnya dijelaskan dalam teori fraud diamond oleh Wolfe dan Hermanson pada 2014.
Kompetensi/kapabilitas merupakan kemampuan
karyawan untuk mengabaikan kontrol internal, mengembangkan strategi penyembunyian, dan
mengontrol situasi sosial untuk keuntungan pribadinya (Crowe, 2011). Menurut Crowe, arogansi adalah
sikap
superioritas atas hak yang dimiliki dan merasa
bahwa kontrol internal atau kebijakan perusahaan tidak berlaku untuk dirinya.
Association of Certified Fraud
Examiners (ACFE), internal fraud (tindakan penyelewengan di dalam perusahaan
atau lembaga) dikelompokan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
1. Fraud Terhadap Aset (Asset
Misappropriation) – Singkatnya, penyalahgunaan aset
perusahaan/lembaga, entah itu dicuri atau digunakan untuk keperluan
pribadi—tanpa ijin dari perusahaan/lembaga. Seperti kita ketahui, aset
perusahaan/lembaga bisa berbentuk kas (uang tunai) dan non-kas. Sehingga, asset
misappropriation dikelompokan menjadi 2 macam:
- Cash Misappropriation – Penyelewengan terhadap aset
yang berupa kas (Misalnya: penggelapan kas, nilep cek dari pelanggan,
menahan cek pembayaran untuk vendor)
- Non-cash Misappropriation – Penyelewengan terhadap aset
yang berupa non-kas (Misalnya: menggunakan fasilitas perusahaan/lembaga
untuk kepentingan pribadi).
2. Fraud Terhadap Laporan Keuangan
(Fraudulent Statements) – ACFE
membagi jenis fraud ini menjadi 2 macam, yaitu: (a) financial; dan (b)
non-financial. Saya lebih suka mengatakan: segala tindakan yang membuat Laporan
Keuangan menjadi tidak seperti yang seharusnya (tidak mewakili kenyataan),
tergolong kelompok fraud terhadap laporan keuangan. Misalnya:
- Memalsukan bukti transaksi
- Mengakui suatu transaksi lebih besar atau lebih kecil
dari yang seharusnya,
- Menerapkan metode akuntansi tertentu secara tidak
konsisten untuk menaikan atau menurunkan laba
- Menerapkan metode pangakuan aset sedemikian rupa
sehingga aset menjadi nampak lebih besar dibandingkan yang seharusnya.
- Menerapkan metode pangakuan liabilitas sedemikian rupa
sehingga liabiliats menjadi nampak lebih kecil dibandingkan yang
seharusnya.
3. Korupsi (Corruption) – ACFE membagi jenis tindakan korupsi menjadi 2 kelompok,
yaitu:
- Konflik kepentingan (conflict of interest) – Saya mengalami kesulitan mencari kalimat yang paling
tepat untuk mendeskripsikan. Contoh sederhananya begini: Seseorang atau
kelompok orang di dalam perusahaan/lembaga (biasanya manajemen level)
memiliki ‘hubungan istimewa’ dengan pihak luar (entah itu orang atau badan
usaha). Dikatakan memiliki ‘hubungan istimewa’ karena memiliki kepentingan
tertentu (misal: punya saham, anggota keluarga, sahabat dekat, dll).
Ketika perusahaan/lembaga bertransaksi dengan pihak luar ini, apabila
seorang manajer/eksekutif mengambil keputusan tertentu untuk melindungi
kepentingannya itu, sehingga mengakibatkan kerugian bagi
perusahaan/lembaga, maka ini termasuk tindakan fraud. Kita di Indonesia
menyebut ini dengan istilah: kolusi dan nepotisme.
- Menyuap atau Menerima Suap, Imbal-Balik (briberies and excoriation) – Suap, apapun jenisnya dan kepada siapapun, adalah
tindakan fraud. Menyupa dan menerima suap, merupakan tindakan fraud.
Tindakan lain yang masuk dalam kelompok fraud ini adalah: menerima komisi,
membocorkan rahasia perusahaan/lembaga (baik berupa data atau dokumen)
apapun bentuknya, kolusi dalam tender tertentu.
Jenis-Jenis Fraud
Ada empat jenis atau kategori fraud yang paling sering menimpa
perusahaan-perusahaan (kecil maupun besar) di seluruh dunia. Tulisan ini
memberi panduan mengenai keempat kategori utama fraud tersebut, bagaimana
mereka mempengaruhi perusahaan, dan apa yang bisa dilakukan oleh perusahaan
untuk dapat mencegah sekaligus melindungi diri mereka sendiri dari tindakan
fraud.
1. Pencurian Data
Kegiatan pencurian data
umumnya dilakukan oleh fraudster dengan memanfaatkan sistem keamanan
jaringan suatu perusahan yang lemah dengan menggunakan suatu software
hacking tertentu.
Secara umum sasaran umum dari fraud ini
adalah data yang berhubungan dengan data kartu kredit nasabah (carding).
2. Penggelapan (Embezzlement)
merupakan kegiatan fraudster sebagai bagian dari
sistem,atau pegawai pada suatu perusahaan itu sendiri yang menyalahgunakan
wewenang maupun jabatan untuk memperkaya diri sendiri.
contoh fraud jenis ini adalah pencucian
uang/money laundering, memanipulasi laporan keuangan dan sebagainya.
3. Penipuan Atas Jasa Perbankan Online
(Online Banking)
Kebutuhan suatu perusahaan pada sebuah bank sebagai tempat penyimpanan uang,
pencairan modal,transaksi online atau bisa dikatakan bank adalah pemegang semua
urusan keuangan pada suatu perusahaan merupakan sasaran empuk yang dimanfaatkan
oleh fraudster.
Fraudster dalam masalah ini umumnya dilakukan
oleh orang luar/hacker yang berusaha mencari lubang keamanan pada sistem
atau berusaha melakukan hacking saat terjadi komunikasi antara perusahaan
dengan bank. Selain hacker/orang luar tentunya orang dalam/internal sistem baik
pegawai perusahaan atau pegawai bank yang ‘nakal’ tentunya bisa juga
melakukan hal ini dengan mudah,mengingat pelaku mengetahui privasi dari sistem
itu sendiri.
.4Penipuan/penggelapan Atas Cek
Fraud jenis ini
menggunakan cek sebagai sarana penipuan. Keteledoran dalam penyimpan cek kosong
ataupun kurangnya pengawasan dalam persetujuan pengeluaran kas merupakan
kesempatan emas yang digunakan seorang fraudster berkedok pegawai persahaan
untuk melakukan aksinya.
Penipuan ini juga dapat dilakukan oleh
pegawai bank dengan cara penyalahgunaan tanda tangan maupun manipulasi data
cek. Untuk pelaku orang luar/hacker biasa melakukan fraud jenis ini dengan
memanipulasi cek dari rekening korban, dimana sebelumnya hacker tersebut
telah berhasil mendapatkan data pribadi atau data rekening perbankan dari
korban.
Fraud
Tree & Cara
Pencegahannya
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE)
menggambarkan occupational fraud dalam bentuk fraud tree. Pohon ini memberikan
gambaran cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja, beserta ranting dan
anak rantingnya. Para akuntan cenderung lebih memahami fraud tree dalam bahasa
inggris daripada pohon tree, karena fraud tree lebih sering digunakan.
Occupational fraud tree
memiliki tiga cabang utama, yaitu corruption, asset missappropriation,
dan fraudelent statements.
Corruption
Istilah
corruption di sini serupa tapi tidak sama dengan istilah korupsi dalam
ketentuan perundang-udangan Indonesia. Istilah korupsi menurut UU Nomor 31
Tahun 1999 meliputi 30 tindak pidana korupsi.
Corruption memiliki empat bentuk
1. Conflict of interest dapat kita temukan dalam berbagai bentuk,
diantaranya bisnis pelat merah dan bisnis pejabat dan keluarga serta kroni
mereka yang menjadi pemasok atau rekanan di lembaga-lembaga pemerintah dan di
dunia bisnis.
Binsis yang mengandung benturan kepentingan sering disamarkan dengan kegiata
sosial-keagamaan dan muncul dalam bentuk yayasan-yayasan.
Memasukkan conflict of interest ke dalam undang-undang mempunyai kentungan,
yakni pembuktian tindak pidana korupsi mengandung unsur (bestaddeel)
conflict of interset relatif lebih mudah. Kemudahan pembuktian tindak pidana
dalam korupsi ini bermanfaat dalam kasus-kasus pengadaan barang dan jasa.
Asset
Misappropriation
Asset
Misappropriation atau pengambilan aset secara legal dalam
bahasa sehari-hari disebut mencuri. Namun, dalam istilah hukum, mengambil aset
secara ilegal yang dilakukan oleh seseorang yang diberi wewenang untuk
mengelola atau mengawasi aset tersebut, disebut menggelapkan , istilah
pencurian dalam fraud tree disebut larneny.
Theodorrus M. Tunakotta (2010) menerjamahkan misappropriation
sebagai penjarahan. Ini merupakan istilah generiknya.
Hal yang sering menjadi sasaran penjarahan (misappropriation) adalah uan
(baik di kas maupun bank). Uang tunai atau uang di bank yang menjadi sasaran,
langsung dapat dimanfaatkan oleh pelakunya.
Fraudelent
Statements
Jenis
fraud ini sangat dikenal auditor yang melakukan general audit (opinion
audit). Fraud yang berkaitan dengan penyajian laporan keuangan, menjadi
perhatian lebih auditor, masyarakat atau para LSM/NGO, namun tidak menjadi
perhatian akuntan forensik.
Cara Pencegahan Fraud
1.Cara perusahaan melindungi diri dari pencurian
data adalah sebagai berikut :
• menggunakan dan secara teratur memperbarui perangkat
lunak antivirus
• membatasi akses fisik ke data pemegang kartu
• mengembangkan dan memelihara sistem dan
aplikasi
pengaman khusus
• mengenkripsi transmisi data pemegang kartu saat
melewati jaringan publik/terbuka
• melacak dan memantau semua akses ke sumber daya
jaringan dan data pemegang kartu secara terus menerus.
2.Cara perusahaan melindungi diri dari dari tindak
penggelapan adalah sebagai berikut
• Melakukan audit eksternal terhadap Laporan Keuangan
• Membuat dan menetapkan kode etik karyawan
• Melakukan manajemen sertifikasi atas Laporan Keuangan
• Melakukan penelaahan Manajemen keuangan dan
karyawan
• Mengembangkan program dukungan karyawan
• Memberikan pelatihan mengenai fraud bagi
manajemen/eksekutif
• Menyediakan tips anti-fraud secara online bagi karyawan
• Memberikan pelatihan anti-fraud bagi karyawan
• Melakukan audit internal secara mendadak
• Menyediakan hadiah bagi pelapor tindak penggelapan.
3.Bagaimana perusahaan dapat melindungi diri dari penipuan perbankan online?
• Melakukan rekonsiliasi rekening bank pada setiap akhir
bulan
• Melakukan evaluasi dan persetujuan yang cermat atas
seluruh transaksi kas keluar
• Menempatkan lebih lebih dari satu orang untuk
mengendalikan akun
• Menggunakan komputer khusus yang didedikasikan untuk
online banking
• Mengembangkan pendidikan pencegahan fraud bagi
karyawan.
4.berikut adalah langkah yang bisa diambil perusahaan untuk memastikan mereka
benar-benar aman dari tindak kejahatan penipuan (fraud):
• Pastikan cek memiliki fitur keamanan yang cukup.
Misalnya: dengan menggunakan alat pemeriksaan
keamanan berteknologi tinggi. Disamping
dapat
mencegah, jikapun tetap terjadi perusahaan
dapat
menunjukkan itukepada pihak bank sebagai bukti
bahwa
perusahaan telahmengambil langkah-langkah
pencegahan secara sungguhsungguh.
• Maksimalkan usaha-usaha agar perusahaan menerapkan
metode (cara) administrasi yang aman dengan
mengimplementasikan ‘Sistem Pengendalian Intern (SPI)’
secara ketat di seluruh bagian dan tingkat operasional
perusahaan.
Misalnya: pemisahan fungsi antar staffakuntansi dengan
jelas dan tegas.
• Hancurkan semua buku cek kosong dari rekening bank
yang tidak aktif (telah ditutup) sesegera mungkin.
• Gunakan fitur layanan membayar tertentu untuk
mencegah adanya kliring rekening atas cek tidak sah.
• Baca dengan seksama kontrak perjanjian dengan pihak
bank untuk memahami hak dan kewajiban jika suatu saat
nanti perusahaan mengalami kerugian akibat tindak
penipuan dari pihak lain.
• Periksa buku cek baru begitu diterima dari bank. Simpan
buku cek yang belum dipakai di tempat yang sungguh
sungguh aman, dalam kondisi terkunci. Jika buku cek
diterima dalam keadaan tersegel, jangan buka segel
sampai cek dipakai.
• Selalu jaga keamanan buku cek dan slip (formulir bank)
yang tidak terpakai atau dibatalkan, stempel
perusahaan
dan stempel tandatangan (jika memakai), dengan
menyimpannya di tempat yang terkunci hanya bisa
diakses oleh orang yang diberi wewenang.
The Committee of Sponsoring
Organization (COSO)
COSO adalah singkatan dari Committee
of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission, dimana merupakan
suatu inisiatif dari sektor swasta yang dibentuk pada tahun 1985. Tujuan
utamanya adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan
penggelapan laporan keuangan dan membuat rekomendasi untuk mengurangi kejadian
tersebut. COSO telah menyusun suatu definisi umum untuk pengendalian, standar,
dan kriteria internal yang dapat digunakan perusahaan untuk menilai sistem
pengendalian mereka.
Komisi ini disponsori oleh 5
professional association yaitu: AICPA, AAA, FEI, IIA, IMA. Tujuan komisi ini
adalah melakukan riset mengenai fraud dalam pelaporan keuangan (fraudulent on
financial reporting) dan membuat rekomendasi yang terkait dengannya untuk
perusahaan publik, auditor independen, SEC, dan institusi pendidikan.
Walaupun disponsori sama 5
professional association, tapi pada dasarnya komisi ini bersifat independen dan
orang2 yang duduk di dalamnya berasal dari beragam kalangan: industri, akuntan
publik, Bursa Efek, dan investor.
Poin penting dalam report COSO
‘Internal Control – Integrated Framework (1992):
Definisi internal control menurut
COSO yaitu suatu proses yang dijalankan
oleh dewan direksi, manajemen, dan staff, untuk membuat reasonable assurance
mengenai:
* Efektifitas dan efisiensi
operasional
- * Reliabilitas pelaporan keuangan
- Kepatuhan atas hukum dan peraturan yang berlaku
Menurut COSO framework, Internal
control terdiri dari 5 komponen yang saling terkait, yaitu:
- Control Environment
- Risk Assessment
- Control Activities
- Information and communication
- Monitoring
Di tahun 2004, COSO mengeluarkan
report ‘Enterprise Risk Management – Integrated Framework’, sebagai
pengembangan COSO framework di atas. Dijelaskan ada 8 komponen dalam Enterprise
Risk Management, yaitu:
- Internal Environment
- Objective Setting
- Event Identification
- Risk Assessment
- Risk Response
- Control Activities
- Information and Communication
- Monitoring
Menurut COSO framework, Internal
control terdiri dari 5 komponen yang saling terkait, yaitu:
1.
Lingkungan
pengendalian (control environment). Faktor-faktor lingkungan pengendalian mencakup integritas,
nilai etis, dan kompetensi dari orang dan entitas, filosofi manajemen dan gaya
operasi, cara manajemen memberikan otoritas dan tanggung jawab serta
mengorganisasikan dan mengembangkan orangnya, perhatian dan pengarahan yang
diberikan oleh board.
2.
Penaksiran
risiko (risk assessment). Mekanisme yang ditetapkan untuk mengindentifikasi,
menganalisis, dan mengelola risiko-risiko yang berkaitan dengan berbagai
aktivitas di mana organisasi beroperasi.
3.
Aktivitas
pengendalian (control activities). Pelaksanaan dari kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur
yang ditetapkan oleh manajemen untuk membantu memastikan bahwa tujuan dapat
tercapai.
4.
Informasi
dan komunikasi (informasi and communication). Sistem yang memungkinkan orang atau
entitas, memperoleh dan menukar informasi yang diperlukan untuk melaksanakan,
mengelola, dan mengendalikan operasinya.
5.
Pemantauan
(monitoring). Sistem
pengendalian internal perlu dipantau, proses ini bertujuan untuk menilai mutu
kinerja sistem sepanjang waktu. Ini dijalankan melalui aktivitas pemantauan
yang terus-menerus, evaluasi yang terpisah atau kombinasi dari keduanya